Rangkuman
Buku Sejarah Sastra Indonesia
Oleh : Ajip Rosidi
v Masalah Angkatan Dan Periodisasi
Sejarah Sastra Indonesia
Dalam
majalah horizon tahun I no. 2, agustus 1996, halaman 36-41, H.B Jassin
mengumumkan tulisanya yg berjudul “Angkatan
66, Bangkitnya satu Generasi”
Sekitar tahun 1949 masyarakat sastra
indonesia ramai ber polemik tentang “ Angkatan 45.” Beberapa tahun kemudian
timbul pula masalah “ Angkatan sesudah Chairul Anwar “ yang dikenal juga dengan
nama “ Angkatan Terbaru “.
Angkatan yaitu terjemahan dari
‘generatie’ adalah masalah yang seharusnya erat bertalian dan timbul dalam
sejarah sastra, terutama dalam masalah pembabakan waktu atau periode sejarah
sastra. Jadi sebenarnya merupakan masalah para penelaah sastra, lebih tepat
lagi: para penelaah sejarah sastra. Sedangkan kita yang paling banyak bicara
tentang masalah tersebut adalah para pengarang yang sendiri aktif terlibat.
Pengarang yang terlibat menghadapi persoalan itu niscaya tidak bisa berdiri
objektif, melainkan akan berbicara atas landasan – landasan yang erat bertalian
dengan pengakuan atas dirinya sebagai pengarang
Timbul pwrtikaian antara kaum muda
dan kaum tua yang berbeda 15 atau 15 tahun dalam usia. Dan kalaupun pertikaian
uti tidak ada, berdasarkan penggolongan administrasi saja, sukarlah akan
memasukan generasi tahun 1966 dalam satu kontak dengan generasi 20 tahun
sebelumnya.
Dalam tulisanya itu Jassin
memberikan ciri – ciri angkatan 66 yaitu antara lain
a) Konsepsinya
Pancasila
b) Membawa
kesadaran murni manusia yang bertahun – tahun mengalami kezaliman dan perkosaan
terhadap kebenarab dan rasa keadilan, kesadaran moral dan agama khas pada hasil
– hasil kesusastraan 66 ialah protes sosial dan kemudian protes politik.
c) Yang
masuk angkatan 66 ialah: Mereka yang tatkala tahun 1945 berumur 25 tahun.
Persoalan
‘angkatan’ tak kunjung selesai, karena dua belah pihak itu saling berdialog
tanpa menyadari bahwa kata – kata dan istilah yang mereka pergunakan meskipun
sama bunyi dan ejaanya tetapi lain kandungan artinya.
Sebagai
wakil dari golongan yang pertama yang subjektif ialah Pramoedy Ananta Toer yang
pernah mengemukakan pendapat dalam esainya yang berjudul ‘ Tentang Angkatan’
yang ditulisnya tahun 1952. Menurutnya angkatan ialah suatu golongan yang
diikat oleh ‘ satu ikatan jiwa, kesatuan semangat dalam rangkuman tempat, masa
dan lingkungan yang sama.
Sebagai
wakil dari golongan kedua yang objektif ialah apa yang dikemukakan oleh Rachmat
Djoko Pradopo yang dalam tulisanya yang mengutip Rene Wellek berkata bahwa ‘
angkatan ‘ dalam sastra ialah “ suatu bagian waktu yang dibatasi oleh suatu
sistem norma – norma yang tersangkut dalam proses sejarah itu dan tak dapat
dipisahkan darinya “.
Keseluruhan
Sastra Indonesia tetap dapat dibagi atas dua bagian:
I.
SASTRA MELAYU LAMA
II.
SASTRA INDONESIA MODERN
Sastra
Indonesia Modern dapat kita bagi sejarahnya atas dua masa, yakni:
I.
Masa Kebangkitan ( Kurang lebih
1920-1945 )
II.
Masa Perkembangan ( 1945-sekarang )
Masa
Kebangkitan terdiri atas 3 periode :
1. Periode
‘20
2. Periode
‘33
3. Periode
‘42
Sedangkan
masa perkembangan dibagi atas periode :
1. Periode
‘45
2. Periode
‘50
Seluruh
sejarah sastra indonesia dapat dibagi dalam periodisasi sebagai berikut:
I.
Bagian Pertama: Masa Kelahiran atau Masa
Kebangkitan ( awal abad XX sampai tahun 1945 )
II.
Bagian Kedua: Masa Perkembangan ( sejak
1945 hingga kini )
Yang
kemudian dapat dibagi – bagi dalam perio – period lagi, yaitu:
I.
Masa Kelahiran menjadi:
1. Period
awal – 1933;
2. Period
1933 – 1942;
3. Period
1942 – 1945;
II.
Masa Perkembangan menjadi:
1. Period
1945 – 1953;
2. Period
1953 – 1961;
3. Period
1961 – sekarang
Pada
period awal ( 1933 ) karya sastra yang lahir mempunyai ciri – ciri yang khas:
Persoalan – persoalan adat yang sedang menghadapi alkulturasi dan dengan
demikian menimbulkan berbagai problema bagi kelangsungan eksistensi masing –
masing.
Pada
period kedua ( 1933 – 1942 ) yang menjadi problem pokok adalah ditengah
pertarungan kebudayaan timur dan kebudayaan barat dalam kacamata romantis –
idealitis.
Pada
period ( 1942 – 1945 ) yaitu zaman pendukung jepang, karya karya sastra d zaman
jepang yaitu: Sastra peralihan dan pelarian, penuh kegelisahan.
Pada
period ( 1945- 1953 ) adalah period perjuangan dan pernyataan diri di tengan –
tengah dunia karena kemerdekaan yang di proklamasikan menuntut tanggung jawab.
Pada
period ( 1953- 1961 ) realitas kehidupan bangsa yang baru merdeka, yang mencoba
meng isinya dengan berbagai kemungkinan, dimana impian tinggi masa revolusi
menghadapi kaum penjajah memberikan kepahitan demi kepahitan.
Pada
period ( 1961- 1966 ) adalah period perlawanan dalam memperjuangkan dan
mempertahankan martabat serta kemerdekaan pribadi manusia.
v Menempatkan Chairul Anwar pada
Proporsinya
Beberapa
masalah yang timbul:
Chairil Anwar adalah sastrawan
Indonesia yang paling banyak diperingati hari wafatnya. Chairil Anwar adalah
sastrawan Indonesia yang paling banyak di bahas atau di bicarkan, dipuji,
dipersengketakan dan di caci. Chairil Anwar sebagai penganut kebebasan seni
adalah tokoh yang paling banyak di caci para petinggi lekra menaruh perhatian
untuk menyingkirkan Chairil dari dunia satra indonesia
Perananya
Dalam Sejarah Sastra Indonesia:
Chairil disebut sebagai pelopor
‘angkatan’45’ dan jasa – jasanya disebut dalam pembaruan puisi Indonesia.
Seperti yang diketahui Chairil lahir
munculah dengan sajak – sajaknya pada zaman pendudukan Jepang. Beberapa
sajaknya di muat dalam penerbitan – penerbitan resmi pemerintah masa itu,
Tugu
yang Hendak di Hancurkan:
Pada masa menjelang gestapu, ketika
suasana mereka anggap sudah cukup matang untuk melakukan coup d’etat, maka
dalam bidang kebudayaan mereka menghantam dan menghancurkan setiap faham dan
orang yang menurut fikiranya tidak sefaham dengan mereka. Maka chairil Anwar
yang sudah terpancang menjadi tugu dalam kehidupan kesusastraan khususnya dalam
kehidupan kesenian kebudayaan Indonesia umumnya mereka hancurkan. Dengan
senjata mono poli dan revolusi menghalalkan segala cara mereka menganalisa
Chairil habis – habisan, mencapnya sebagai penyair kontra revolusi yang
a-nasional.
Chairil
Anwar dan Politik:
Tentang sikap polotk Chairil Anwar
kendatipun sitor sendiri mengakui bahwa sajak – sajak Diponegoro dan kepada
Bung Karno yang ditulis Chairil justru menjelaskan kemungkinan revolusi sebagai
dunianya sastra, namun ia berkesimpulan bahwa Chairil Anwar dengan sadar atau
tidak sadar masuk orbit dan perangkap jaringan kontra – revolusi kebudayaan.
Berikut adalah sajak yang di umumkan
atas namanya sendiri:
“Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi tidak bisa teriak “Merdeka”dan angkat senjata lagi”.
Dan terlebih Chairil menambahkan
baris – baris berikut:
“Kenang,kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hata
Menjaga Bung Sjahrir”
v J.E.Tatengkek (1907-1968)
Lahir
di Kolongan, Sangihe, tanggal 19 Oktober 1907, dikenal sebagai seorang penyair
yang menerbitkan kumpulan sajak Rindu
Dendan (1934) isinya merupakan sajak- sajak kerindu-dendaman penyair
terhadap yang satu, Tuhan Yang Maha Esa. Ia penyair yang bersunyi-sunyai dan
memproklamasikan:
Contoh
syairnya:
Di tengah manusia
Aku tersia-sia
Mencari kabar
Yang agak benar
(‘Gadis
Belukar)
O,
Tuhanku
Biarkan
aku menjadi embun-Mu
Memancarkan
Terang-Mu
Sampai
aku hilang lenyap olehnya.......
Soli Deo Gloria !
(‘Rindu
dendam : Akhir Kta’)
v Armijn Pane (1908-1970)
Armijn
Pane meninggal dunia !
Berita tanggal 17 Februari 1970 itu
sungguh sukar saya percaya, Armijn Pane meninggal dunia. Armijn Pane terkenal
sebagai pengarang roman Belenggu.
Kecuali roman ia pun menulis cerpen,sajak,drama,esai dan kritik. Sajak –
sajaknya terbit sebelum perang sebagai salah satu nomor khusus majalah Poedjangga Baroe dengan judul Jiwa Berjiwa (1939 ), sedangkan sajak – sajaknya yang lain
di terbitkan sesudah perang dengan judul Gamelan
Jiwa (1960). Drama – dramanya dikumpulkan dengan judul Jinak – jinak Merpati (1953) Kisah – kisah pendeknya di kumpulkan
dalam buku Kisah Antara Manusia (1952).
v Segi Lain
Sajak –sajak Taufiq Ismail
Di tengah rumah
Sengketa
Menetes duka
Menetes darah
Angin panas
Awan merah
Ya Rosullah.
Nabi
Muhammad bagi Taufiq Ismail bukan lah hanya seorang nabi yang hidup
berabad-abad yang lampau dalam sejarah dan sekarang di makamkan di Madinah.
Bagi Taufiq Muhammad adalah Rosulullah yang “dari sela rimbun daun
sejarah.”.......
Sajak
Taufiq untuk Muhammad yang sehabis perang Badar.
Medan yang terlewat
Dalam gugusan
Peristiwa
Topan mengobar debu
Pasukan berkuda
Bukit peperangan
Dan langit menghitam
Angin mengobar
Debu
Dalam kerucut langsing
Batu-batu !
Bukit
Langit
Dada daun baja
Telaga turun
Di tengah gurun
Di tengah gurun.
v Catatan Tentang Pendidikan
Apresiasi Sastra
Kira
– kira sekitar tahun 1955 dalam simposium sastra yang diselenggarakan oleh
Fakultas Sastra Universitas Indonesia di Jakarta pernah timbul perbantahan
sengit tentang masalah pengajaran sastra di sekolah – sekolah, antara Pramoedya
Ananta Toer sebagai sastra wan yang merasa tidak puas dengan hasil guru – guru kita
mengajarkan sastra di sekolah – sekolah dengan A.T. Effendy seseorang guru
sastra di berbagai SMA ketika itu telah merasa melakukan kewajibanya dengan
sebaik – baiknya.
Kesimpulan
yang dapat di ambil dari kenyataan yang terjadi:
Yang
pertama,bahwa memang kehausan akan
bacaan meningkat dalam masyarakat kita sebagai hasil dari adanya pendidikan. Kedua, Kehausan akan bacaan itu dipenuhi
oleh majalah – majalah dan bacaan – bacaan hiburan. Ketiga, dalam bidang pengajaran sastra, hasilnya tidak maju, atau
bahkan takmustahil mundur.
Baik
tentang teori maupun tentang sejarah sastra, keterangan – keterangan yang
terdapat dalam buku itu umumnya lebih dapat menyesuaikan ketimbang memberikan
pengertian ataupun apresiasi.
v Laranglah Buku, Jangan Pengarang.
Diantara
buku – buku dan pengarang – pengarang yang di sarankan untuk mendapat anugrah
itu terdapat Pramoedya Ananta Toer ( buku
pasar malam ) ,Uty T. Sontani (Manusia
Kota ) dan Sitor Situmorang ( Surat
Kertas Hijau ). Ternyata ketiga orang itu tidak mendapat anugrah. Artinya
Mentri Mashuri menolak saran panitia tersebut.
Untuk
tidak mentebut – nyebut tindakan pemerintah kolonial Belanda sebelum perang dan
pemerintah Jepang yang pernah melarang berbagai buku dan penerbitan, kita pun
teringat akan larangan yang pernah dikenakan terhadap buku Hoakiau di
Indonesia, karangan Pramodya Ananta Toer oleh penguasa perang tertinggi (
peparti ) sekitar tahun 1959. Buku kumpulan sejak Matinya Seorang Petani karya
Agam Wispi pernah dilarang pula sekitar tahun 1962.
v Boen Membahas Atheis
Buku
Boen S. Oemarjati yang merupakan sebuah kritik sastra terhadap roman Atheis buah tangan Achdiat K. Mihardja,
sebagai rangkaian pertama dari suatu Seri Esai dan Kritik sastra. Yang
diterbitkan oleh penerbit Gunung Agung di bawah redaksi H.B. Jassin pula,
kegembiraan ini tidaklah hanya karna dengan diberikan kesempatan untuk terbit,
tapi terutama karena kritik Boen tentang Atheis menunjukan keberanian penulis
muda wanita ini untuk keluar dari kebiasaan dan batas pandang gurunya sendiri
yaitu H.B. Jassin. Tidaklah seperti gurunya yang antara sebentar dalam telaah –
telaah tentang sastra Indonesia memperingatkan pembacanya bahwa ia sebagai kritikus
dan penelaah sastra pasti menggunakan metode ilmiah yang berbeda dengan yang biasa
dilakaukan seniman. Oleh Boen metode ilmiah itu tidak disebut – sebut atau
dipetuakanya lagi, melainkan dengan kreatif telah digunakanya dalam meneropong
hasil sastra Indonesia yang disebutnya’Karya yang besar’ itu.
v Puisi Indonesia Dalam Masa Duapuluhan
Seorang
nama baru dalam dunia penelahan kesusastraan Indonesia, telah memperkenalkan
diri dengan sebuah buku hasil penelaahanya mengenai puisi Indonesia tahun
duapuluhan. Disebut nama baru karena sebelumnya kita tidak pernah membaca
tulisanya baik berupa karangan terlepas dalam majalah – majalah sastra dan
budaya Indonesia, apalagi berupa buku.
Nama
baru yang dimaksud ialah Fachruddin Ambo Enre dan bukunya berjudul Perkembangan Puisi Indonesia Dalam Masa
Duapuluhan yang merupakan salah satu seri Esai dan Kritiksastra Gunung Agung,
Djakarta, 1963.
v Dua Buku Hutagalung
Jalan
Tak Ada Ujung Mochtar Lubis
Roman Mochtar Lubis yang kedua
berjudul Jalan Tak Ada Ujung pada
tahun 1952 mendapat hadiah sastra nasional dar Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional.
Roman yang berlatar belakangkan revolusi fisik Indonesia itu, mencoba
menganalisa dan mengikuti liku jiwa seorang guru bernama Isa yang menjadi
pembarani karena ketakutanya tak tertahankan lagi. Mochtar mengungkapkan
manusia dengan lekuk liku kejiwaanya yang rumit. Dan umumnya ia berhasil dalam
usahanya itu. Karena itu tidak mengherankan kalau romannya itu dianggap sebagai
sebuah roman pesikologis yang berhasil.
Karena tertarik oleh kenyataan –
kenyataan dan pengakuan orang terhadap roman tersebut, maka M.S. Hutagalung
telah mengambil roman itu sebagai objek skripsi kesusastraan modern guna
mencapai gelar sarjana muda sastra Indonesia pada fakultas sastra Universitas
Indonesia yang kemudian diterbitkan sebagai buku, merupakan salah satu nomer
dalam seri Esai dan Kritiksastra dengan redaksi Drs.H.B. Jassin, berjudul Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis (
Jakarta 1963 )
v Junus Amir Hamzah Tentang Hamka Sebagai
Pengarang Roman
Tokoh
Hamka dalam dunia kesusastraan Indonesia adalah seorang tokoh yang paling
banyak di hebohkan orang, terutama setalah Abdullah S.P mengajukan bukti –
bukti yang mendakwa tenggelamnya kapal v/d Wijck sebagai hasil plagiat.
Buku
Junus Amir Hamzah tentang Hamka, yang berjudul Hamka Sebagai Pengarang Roman,sangat menarik hati.Dalam buku itu
Amir Hamzah sebagai seorang sarjana sastra Indonesia yang masih muda, membahas
peranan Hamka dan sumbangan – sumbanganya terhadap sastra Indonesia. Apalagi
setelah membaca dalam kata pengantarnya ia mengeluh bahwa meskipun Hamka sudah
banyak di bicarakan orang, namun” belum juga secara keseluruhan”, yang kemudian
menyebabkan ia berjanji “ kami ingin melihat Hamka dari sudut yang belum pernah
diteropong orang lain “.
v Lampu Merah Buat Jassin
Amir
Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru
H.B.
Jassin adalah seorang kritikus dan sarjana sastra yang terkenal tekun dan
sebagai salah satu hasil ketekunanya itu, baru – baru ini kita menerima bukunya
yang baru berjudul Amir Hamzah Raja
Penyair Pujangga Baru (Jakarta, 1962) dalam buku ini di kumpulkan Jassin
lah tulisan – tulisan Amir Hamzah almarhum yang semula terserak – serak di
berbagai majalah dan penerbitan, yaitu kecuali yang sudah di bukukan. Jadi
segala tulisan Amir Hamzah di luar keempat buah bukunya : Nyanyi Sunyi (1937), Buah
Rindu (1941), Setanggi Timur
(1939) dan sastera melayu lama dan raja –
rajanya (1940); meliputi sajak, prosa lirik, prosa dan resensi, baik Sali maupun
terjemahan.
Dengan bukunya tentang Chairil Anwar
itu, dalam Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru, Jassin menyertakan suatu
daftar karya almarhum secara kronologis, sebuah bibliografia dan didahukui
dengan sebuah pengantar.
Kalau
Jassin sendiri menandai” Angkatan Pujangga Baru” itu dengan” gemuruh sajak
perjuangan ajakan membangkit tenaga” , maka logislah kalau rajanya adalah yang
paling keras ajakan perjuanganya, paling tidak yang paling gigih dan paling
kuat, dan bukan orang yang justru dikatakan oleh Jassin tidak mempunyai ciri –
ciri seperti itu.
v Jassin Cari Mujtahid Ketemu Gambar
Burak
Menurut
A. Hassan berdasarkan hadis – hadis yang terkenaan dengan shuroh atau gambar itu sedikitnya ada lima macam golongan, yaitu:
1. Golongan
yang mengharamkan sekalian macam gambar dan patung;
2. Golongan
yang mengharamkan patung – patung, tapi tidak mengharamkan gambar – gambar di atas
kain dan semacamnya;
3. Golongan
yang mengharamkan patung – patung dan gambar – gambar yang di jadikan
perhiasan, bukan gambar – gambar yang diinjak, di duduki, disandari
4. Golongan
yang mengharamkan patung – patung dan gambar yang lengkap badanya, tapi tidak
mengharamkan gambar yang sepotong kepala atau separuh badan;
5. Ada
pula segolongan yang menganggap bahwa gambar dan patung yang di haramkan itu
hanyalah yang dimbah orang atau yang di kuatirkan akan dijadikan sesembahan.
v Potret Yang Samar - samar
Penguasaan
penulisan cerita pendek secara teknis akan merupakan dasar – dasar yang baik
bagi penguasaan teknis penulisan yang lebih panjang. Salahsatu sifat cerita
pendek yang khas yaitu bentuknya yang menuntut penulisanya ekonomis dengan kata
dan kalimat adalah dasar – dasar yang baik bagi penulisan roman – sesungguhnya efisiensi
ini ciri umum sastra modern yang dengan kata sesedikit mungkin, hendak
menjangkau pengertian dan memberikan pelukisan yang seluas – luasnya.
v Kemerdekaan Individu Menurut Nasjah
Djamin
Hilanglah
Si Anak Hilang
Persoalan yang dikemukakan Nasjah
Djamin dalam roman yang berjudul Hilanglah
Si Anak Hilang (Bukit tinggi – Jakarta, 1963 ) yangditulis tahun 1960,
niscaya tidak asing lagi bagi mereka mengiku buah – buah tanganya selama ini.
Persoalan kebebasan, kemerdekaan manusia sebagai individu dan hubunganya denagn
ikatan – ikatan masyarakat, yang sering kita jumpai dalam cerita – cerita pendek
dan drama – dramanya, kita jumpai pula dalam roman ini dalam wujud yang lebih
matang dan lebih selesai.
Di
Bawah Kaki Pak Dirman
Kumpulan cerita pendek Nasjah yang
kedua berjudul Di bawah kaki pak dirman
( Yogjakarta, 1967 ) memuat delapan buah cerita yang salah satu diantaranya
berjudul yang dipilih menjadi judul buku. Pemilihan judul itu bukanlah karena penulisanya
menganggap bahwa cerita itulah yang terbaik dalam seluruh kumpulan ( walaupun
hal itu tidak mustahil ), namun sebagian besar mungkin di sebabkan oleh karena
hampir semua ( tujuh dari delapan ) cerita yang dimuat di dalamnya mengambil
tempat kejadianya sepanjang Marioboro di kota Yogjakarta. Seperti diketahui di
depan gedung Dewan Perwakilan Rakyak Yogjakarta yang terletak di jalan Marioboro
itu terdapat sebuah patung Jendral Sudirman. Cerita ‘ Di bawah Kaki Pak Dirman ‘
menceritakan pengalaman si-aku pengarang malam – malam terang bulan tiduran
terlentang di bawah kaki patung itu.
v Sejuta Matahari
Motinggo Boesje adalah seorang pengarang yang banya
sekali menerbitkan karya – karya berupa buku. Dalam tempo yang pendek, ia telah
menerbitkan ntah berapa belas buku berupa kumpulan cerita pendek, roman, derama
dan lain – lain. Untuk menyebut beberapa saja: Malam Jahanam (1962) , Batu Serampok (1963), Tidak Menyerah (1962),
1949 (1962), Kebaranian Manusia (1962), Matahari Dalam Kelam (1963), Nyonya Dan
Nyonya (1963), Tiada Belas Kasihan (1963), Buang Tonjam (1963), Malam Pengantin
Di Bukut kera (1963), Dosa Kita Semua (1963), Nasehat Untuk Anakku (1963), Dan
lain – lain.
v Rosihan Menulis Roman
Pada
zaman Manipol mendapat cobaan tuhan dalam menghadapi tipu – muslihat kaum
komunis, halmana disebabkan terutama oleh perpecahan diantara golongan –
golongan Islam Indonesia sendiri, maka timbul ingatan pada Rosihan untuk
menulis roman sejarah Raja kecil ( jakarta, 1967 ). Dalam roman sejarah pertama
yang ditulis Rosihan ini, terasa halus dikemukakannya masalah perpecahan
diantara suku bangsa nusantara dalam menghadapi belanda.
v Permasalahan Islam Dalam Roman
Indonesia
Dalam
romanya Kemarau ( bukittinggi –
Jakarta 1967 ) thema itu dikemukakan Nafis pula. Sekarang bukan tentang seorang
penunggu surau yang bunuh diri karena di sindir hanya mendo’a dan berzikir
melulu, melainkan tentang usaha seseorang manusia yang hendak mengubah mental
penduduk sebuah kampung yang konon memeluk agama islam. Orang itu, Sultan Duano
namanya, seorang pendatang kampung yang terletak di pinggir danau, terkenal
sebagai seorang soleh dan suka bekerja keras. Ia mempelajari agama Islam tidak
secara tradisional. Ia mempelajari Islam dengan pengertian. ( adalah menarik
bahwa Navis secara tandas menyebutkan bahwa tokohnya itu mempelajari al –Qur’an
via tafsir suedewo dalam bahasa belanda ! ). Ia menolak orang – orang yang
taklid – buta.
v Perlu Peningkatan Penelitian Sastra
Indonesia
Sampai
sekarang penelaahan sastra dengan memperhatikan latarbelakang kehidupan
sosialnya, boleh dikatakan sedikit sekali dilakukan orang Indonesia. Sastra
Indonesia dianggap oleh kebanyakan para penelaah sastra sebagai sesuatu yang
terlepas dari kehidupan sosial, padahal kelahiran sastra bahasa Indonesia
adalah hasil proses pengembangan sosialnya, yaitu sebagai akibat logis dari
suatu peristiwa besar dalam kehidupan manusia Indonesia secara keseluruhan
setelah bertemu dan berkonfrontasi dengan kehidupan kebudayaan Eropa.